TexasBerita - Talk show Mata Najwa yang disiarkan live di satu stasiun televisi nasional Rabu (23/5/2018) malam menampilkan edisi Bangkit dari Teror.
Sejumlah mantan napi teroris yang sudah tobat yakni Yudi Zulfahri mantan anak buah Aman Abdurrahman, mantan teroris Aceh Sofyan Tsauri, dan mantan teroris Cirebon Echo Ibrahim.
Selain itu juga ditampilkan pembicaraan lewat telepon dengan napi teroris Bom Bali I Umar Patek yang saat ini sedang menjalani hukuman di Lapas Porong Sidoarjo.
Dulu ingin mati syahid. Kita tidak memikirkan apa-apa. Tujuannya pokoknya bagian dari perjuangan," ujar Sofyan Tsauri.
"Setelah bebas dari lapas saya pernah bertemu dengan beberapa korban," ujar Ibrahim Hasbi, mantan Pemasok Senjata Teroris.
"Saat kita memulai dulu kita tidak pernah berfikir nasib korban."
"Saat bertemu Pak Didi, mantan korban JW Marriot, saya merasa sedih dan menyesal."
"Penyesalan terbesar saya adalah bagaimana keluarga menanggung efek dari perbuatan saya," ujar Yudi Zulfahri, mantan pengikut Aman Abdurrahman.
"Saya membaca surat dari Osama Bin Laden Al Qaeda, dia bilang jihad kita tidak diterima oleh Allah karena menyebabkan banyak jatuh korban. Saya sadar ini kesalahan," ujar Sofyan Tsauri.
"Saya langsung takut. Saya sadar bertanggung jawab kepada Allah secara pribadi karena membunuh orang tidak bersalah. Saya menyesal sekali."
Awal keluar banyak yang menjauh, daerah rumah saya jadi sepi," kata Ibrahim.
"Saya dibilang juragan senjata, pemasok, macem-macem."
"Sekarang saya pindah karena anak saya tidak nyaman digunjingkan."
Selanjutnya Najwa tersambung dengan napi teroris kasus Bom Bali I, Umar Patek dari Lapas Porong Sidoarjo.
Umar Patek sampaikan belasungkawa terhadap korban dan keluarga korban kasus bom di Surabaya.
"Saya tidak segan-segan untuk memohon maaf untuk keluarga korban dan korban Bom Bali 1," ujar Umar Patek.
Umar Patek menilai bahwa pelaku bom belakangan ini memiliki pemahaman takfiri, di mana mereka mengkafirkan siapa pun di luar kelompok mereka. Hal tersebut bertentangan dengan apa yang dianut Jamaah Islamiyah.
Umar Patek mengakui keluarga memegang peran penting membuat napi teroris tidak radikal.
"Keluarga memegang peran penting dalam menjadikan napi teroris tidak radikal," kata Umar Patek.
"Yang mengubah saya adalah keluarga, mereka merangkul saya walaupun tidak setuju dengan jalan pikir saya."
Selama menjadi Napiter, Umar Patek seringkali mendapatkan ancaman dari Napiter lainnya akibat keputusannya bertobat. Misalnya saja, ancaman pembunuhan.
Yang bersahabat dengan saya adalah unsur dari TNI dan Polisi sehingga saya tidak merasa sendiri lagi," Umar Patek
Umar Patek berpendapat bahwa media sosial memudahkan perekrutan sel baru kelompok teroris.
"Tipe orang seperti saya tidak pandai merekrut."
Selanjutnya Najwa menghadirkan Suhardi Alius Kepala BNPT.
"Program deradikalisasi ditujukan kepada mantan teroris dan keluarganya," kata Suhardi Alius
"Ada sisi humanis yang kita akses. Lihat saja, sekeras Umar Patek bisa luluh dan sadar."
''Sekarang 289 Napiter di lapas. Yang menjadi masalah, mereka bisa menginfluence napi lain dan sipir. Inilah masalah yang harus kita jaga."
Para mantan napi teroris ini pun bercerita awalnya kisah mereka terkontaminasi idiologi radikal.
"Saya tinggal di asrama sejak kecil. Bapak saya anggota Brimob, begitu juga abang saya. Ini menunjukkan siapapun bisa terkena," Sofyan Tsauri
"Saya terkena, karena terlalu baper melihat penderitaan kau muslimin. Saya prosesnya lima tahun menjadi teroris. Saya ketemu Yudi, dan Dulmatin. Jadilah teroris."
"Fenomena polisi jadi teroris biasa. Di Al Qaeda banyak itu polisi dan tentara. Untuk di Indonesia mungkin baru saya."
Sofyan membantah tudingan Riqiez Shihab dirinya intel polisi yang menyusup ke ormas Islam.
''Saya menolak dituduh intel. Saya polisi iya. Saya ini korban ajaran sesat itu. Saya berani debat soal tudingan itu. Saya berani mubahalah atas tudingan itu," Sofyan Tsauri.
Mantan napi teroris ini juga menjelaskan pemicu napi lain yang ada tahanan gampang terpapar idiologi radikal yang dianut napi teroris.
"Disana kalo napiter kan taat ibadah, maka menarik napi-napi yang lain," Yudi Zulfahri.
"Napi-napi lain di luar napiter itu butuh perlindungan. Napiter itu sering dapat makanan dari luar. Mereka juga merasa aman dekat kita. Makanya gampang kita merekrut di penjara,
"Banyak napi yang pemahaman agamanya minim. Jadi banyak direkrut oleh napiter. Itu banyak terjadi di lapas," Suhardi Alius.
"Kita bangunkan mereka dalam program sehingga bisa terintegrasi," Suhardi Alius
"Mantan napi teroris dan keluarganya kita lakukan program deradikalisasi. Karena keluarga juga terdampak langsung."
"Mereka jangan dimarjinalkan, mereka anak-anak tidak berdosa."
"Yang bisa menghilangkan rasa kebencian dan permusuhan adalah keluarga,'' ujar Yudi Zulfahri.
"Seorang teroris tidak ujug-ujug jadi teroris tanpa peroses ideologisasi. Ideologisasi ini butuh dihentikan melalui mantan-mantan yang sudah sadar. Pemberdayaan dari mantan yang sudah sadar itu penting," ujar Sofyan Tsauri.
"Keluarga sampai sekarang menerima kondisi saya, namun anak perempuan saya masih khawatir,'' kata Ibrahim.
''Keluarga sangat menguatkan, meskipun saat di Pasir Putih saya ada potensi dibantai."
Suhardi Alius berjanji akan memberdayakan mantan napi teroris yang bertobat.
"Kita, pemerintah dianggap thogut. Ke depan kita ingin merekrut lebih banyak mantan napi teroris untuk bantu program deradikalisasi, karena mantan napi teroris dianggap lebih ahli agama oleh napi teroris," katanya.
Baca Juga : Istri Ditalak setelah Malam Pertama, Suami Kaget Terlalu Agresif di Ranjang
Rabu, 23 Mei 2018
Merinding, Para Mantan Napi Teroris Buka-bukaan Ini yang Bikin Mereka Sadar dan Bertobat
berita terviral
Langganan:
Posting Komentar (Atom)




Tidak ada komentar:
Posting Komentar